BANTEN (21 Maret 2025) – Demi memastikan akurasi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Banten menghadapi beragam tantangan ketika melakukan ground checking di lapangan. Bukan sekadar mencatat dan memverifikasi, mereka harus berjuang menembus medan berat, termasuk menjangkau pulau-pulau terluar. 

Salah satu kisah datang dari Anis Fuad, pendamping PKH di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Fuad bertanggung jawab atas 468 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tersebar di empat desa, dengan 363 di antaranya menjadi sasaran ground checking DTSEN. 

Tugasnya tak mudah. Salah satu wilayah dampingannya, Desa Wargasara, berada di seberang lautan, 24 mil dari pusat Kabupaten Serang. Jarak ini hampir setara dengan Kepulauan Seribu hingga Monas jika ditarik garis lurus. Di desa itu, 75 KPM harus diverifikasi datanya. 

"Sudah dilakukan dari tanggal 2 Maret 2025," kata Fuad. Hingga kini, ia telah mendata 115 KPM dari total 397 targetnya. Namun, verifikasi di pulau baru bisa dilakukan setelah Lebaran. "Saat ini masih bulan puasa, jadi setelah Lebaran baru ke sana," ujarnya. 

Fuad menyambut baik pelaksanaan ground checking DTSEN ini. Menurutnya, metode yang digunakan jauh lebih detail dibanding sebelumnya. 

"Dengan adanya ground checking ini,ground checking ini, data yang dikumpulkan benar-benar riil. Kita juga memverifikasi tempat tinggal, aset yang dimiliki, hingga kondisi ekonomi setiap keluarga. Satu survei bisa memakan waktu 10-15 menit," tuturnya. 

Perbedaan paling mencolok, kata Fuad, adalah kedalaman data yang dihimpun. "Misalnya, ada penerima bansos yang rumahnya tampak tak layak huni, tapi ternyata ada anggota keluarga yang berpenghasilan di atas UMR. Itu akan jadi pertimbangan dalam penyaluran bansos," ucapnya. 

Meski begitu, bukan berarti pekerjaannya tanpa kendala. Awalnya, aplikasi verifikasi sempat mengalami gangguan, tetapi kini sudah diperbaiki. Masalah jaringan juga kerap muncul, namun bisa diatasi dengan fitur mode offline. 

Fuad berpesan kepada rekan-rekannya para pendamping PKH agar tetap semangat menyelesaikan tugas. "Data ini ditunggu banyak pihak, bukan hanya kementerian, tapi juga lembaga lain. Jadi, kita harus bekerja sebaik mungkin," katanya. 

Tantangan serupa juga dihadapi Ikhwan, pendamping PKH di Kecamatan Puloampel, Kabupaten Serang. Ia bertugas seorang diri mendampingi sekitar 1.600 KPM yang tersebar di sembilan desa. Salah satunya, Desa Pulopanjang, berada di sebuah pulau yang hanya bisa dijangkau dengan kapal motor selama 20 menit. 

"Biayanya Rp10 ribu per orang, kalau bawa motor sendiri harus bayar lagi Rp15 ribu," ujar Ikhwan. 

Selama dua minggu terakhir, Ikhwan telah menyelesaikan pendataan terhadap 116 KPM. Ia menyadari tugas ini bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. 

"Di luar sana, mereka berharap progres terbaik. Tunjukkan kinerja terbaik untuk mereka," katanya. 

Ikhwan pun mengingatkan rekan-rekannya untuk menuntaskan tugas. "Segala sesuatu kalau terus dikerjakan pasti selesai. Tapi kalau ditunda-tunda, meskipun tugasnya di belakang rumah pun, tetap tidak akan selesai," ujarnya, menyemangati. 

Di tengah medan yang menantang dan suasana bulan Ramadan, semangat para pendamping PKH Banten tetap menyala. Mereka bukan sekadar mencatat data, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam memastikan bantuan sosial tepat sasaran. (*)